OJK Perketat Pengawasan Aset Kripto Melalui Regulasi Baru

Ilustrasi Kripto

JAKARTA, Media Aksi –  Dalam langkah strategis menghadapi era digital, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengambil peran penting dalam pengawasan aset kripto dengan menerbitkan Peraturan OJK (POJK) Nomor 27 Tahun 2024.

Regulasi baru ini mengatur secara komprehensif tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital, termasuk aset kripto, yang sebelumnya berada di bawah pengawasan Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

Penerbitan regulasi ini merupakan implementasi dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan dan Komunikasi OJK, M. Ismail Riyadi, menjelaskan signifikansi peraturan tersebut di Jakarta.

Bacaan Lainnya

“Melalui POJK 27/2024, OJK mengatur dan mengawasi penyelenggaraan Inovasi Teknologi Sektor Keuangan (ITSK) dan aset keuangan digital termasuk aset kripto,” ujar Ismail seperti dilansir Antara.

Dalam proses peralihan wewenang pengawasan dari Bappebti, OJK telah merancang strategi transisi yang terdiri dari tiga fase. Fase pertama, yang disebut soft landing, merupakan tahap awal peralihan. Fase ini akan diikuti dengan fase penguatan sebagai tahap kedua, dan diakhiri dengan fase pengembangan sebagai tahap final.

Ismail lebih lanjut menjelaskan bahwa POJK 27/2024 disusun dengan mengadopsi regulasi yang sebelumnya diterapkan Bappebti, namun dengan berbagai penyempurnaan. “Untuk mendukung peralihan tugas yang lancar, baik, dan aman pada fase pertama, OJK menerbitkan POJK 27/2024 yang mengadopsi Peraturan Bappebti dengan berbagai penyempurnaan yang diperlukan berdasarkan standar best practices dan pengaturan di sektor jasa keuangan,” jelasnya.

Regulasi baru ini memiliki beberapa tujuan utama. Pertama, memastikan perdagangan aset keuangan digital berlangsung secara teratur, wajar, transparan, dan efisien. Kedua, menjamin penerapan tata kelola yang baik dalam aspek manajemen risiko, integritas pasar, dan keamanan sistem informasi dan siber. Ketiga, mencegah praktik pencucian uang sambil tetap memberikan perlindungan optimal kepada konsumen.

Salah satu poin penting dalam POJK 27/2024 adalah kewajiban bagi para Penyelenggara Aset Keuangan Digital untuk memperoleh izin operasional. Selain itu, mereka juga diwajibkan menyampaikan laporan secara berkala dan insidental kepada OJK. Hal ini menunjukkan komitmen OJK dalam membangun sistem pengawasan yang lebih ketat dan terstruktur.

Mengingat kompleksitas dan risiko yang melekat pada aset keuangan digital, OJK menekankan pentingnya literasi keuangan bagi konsumen dan calon konsumen. Lembaga ini mendorong masyarakat untuk memahami secara mendalam berbagai risiko yang terkait dengan aset keuangan digital sebelum memutuskan untuk bertransaksi.

Tanggung jawab untuk meningkatkan pemahaman konsumen tidak hanya dibebankan pada OJK, tetapi juga pada para Penyelenggara Perdagangan Aset Keuangan Digital. Mereka dituntut untuk berperan aktif dalam upaya edukasi dan peningkatan literasi konsumen mengenai produk yang mereka tawarkan.

Menutup penjelasannya, Ismail menegaskan komitmen OJK dalam mengawal perkembangan sektor ini. “OJK berkomitmen untuk terus mengawal perkembangan dan penguatan penyelenggaraan perdagangan Aset Keuangan Digital dengan tetap menjaga stabilitas di sektor keuangan dan pelindungan konsumen dengan bukti nyata melalui penerbitan POJK 27/2024 ini,” katanya.

Dengan diterbitkannya POJK 27/2024, OJK menunjukkan keseriusannya dalam mengatur dan mengawasi perdagangan aset keuangan digital di Indonesia. Regulasi ini diharapkan dapat menciptakan ekosistem perdagangan aset digital yang lebih aman, transparan, dan terpercaya bagi seluruh pemangku kepentingan di industri keuangan digital Indonesia.

Pos terkait