Drama Pilkada DKI 2024: Pasangan Kuda Hitam Pramono-Rano Unggul dalam Hasil Quick Count

JAKARTA, Media Aksi – Hasil penghitungan cepat atau quick count Pilkada DKI Jakarta 2024 menghadirkan kejutan dengan keunggulan signifikan pasangan calon nomor urut 03, Pramono Anung dan Rano Karno, atas rival terdekatnya Ridwan Kamil-Suswono. Fenomena ini mengungkapkan dinamika menarik terkait perilaku pemilih Jakarta yang semakin matang dalam menentukan pilihan politiknya.

Berdasarkan hasil quick count yang dirilis oleh tiga lembaga survei terkemuka – Charta Politika, SMRC, dan Indikator – pasangan Pramono Anung-Rano Karno konsisten memimpin perolehan suara dengan angka di kisaran 50 persen. Data yang terkumpul hingga pukul 20.50 WIB, dengan progress 99,99 persen, menunjukkan dominasi pasangan yang diusung PDI Perjuangan ini.

Bacaan Lainnya

Indikator mencatat perolehan Pramono-Rano sebesar 49,87 persen, sementara Charta Politika memberikan angka 50,15 persen, dan SMRC mencatatkan 51,03 persen. Di posisi kedua, pasangan Ridwan Kamil-Suswono meraih suara di kisaran 38-39 persen, sedangkan Dharma Pongrekun-Kun Wardana berada di posisi ketiga dengan perolehan sekitar 10 persen.

Direktur Eksekutif Institute for Democracy and Strategic Affairs (IndoStrategic), Ahmad Khoirul Umam, dalam analisisnya menyoroti karakteristik unik pemilih Jakarta yang mempengaruhi hasil pemilihan ini. “Masyarakat Jakarta relatif jauh lebih memiliki literasi politik yang lebih baik, sekaligus lebih pragmatis sehingga masyarakat DKI relatif paling mudah berubah-ubah pilihannya, sesuai basis isu dan narasi yang berkembang,” ujarnya saat diwawancarai di Jakarta.

Kegagalan strategi kampanye berbasis gimmick yang diterapkan Ridwan Kamil menjadi sorotan khusus dalam analisis ini. “Materi-materi kampanye Ridwan Kamil di fase awal didominasi oleh materi-materi gimmick, antara lain Mobil Curhat, bantuan kop untuk yang terkena PHK, dan lain-lain, yang mana model semacam ini sebelumnya berhasil dia gunakan di Bandung dan Jawa Barat, tetapi ternyata tidak mempan dijual di masyarakat Jakarta,” papar Umam.

Keberhasilan Pramono-Rano tidak lepas dari beberapa faktor strategis. Selain kedisiplinan dalam membangun narasi kampanye, dukungan dari Anies Baswedan terbukti efektif dalam mengkonsolidasi basis pemilih, terutama yang beririsan dengan pendukung PKS. Lebih dari itu, posisi strategis Pramono dalam konstelasi politik nasional juga memberikan keuntungan signifikan.

“Kondisi ini ditambah dengan kedekatan Pramono secara pribadi dengan Jokowi maupun Prabowo sehingga sel-sel politik keduanya juga tampaknya tidak dilepas untuk menghancurkan pilar-pilar politik Pramono. Ini menegaskan strategi Ketua Umum PDIP memasang Pramono di Jakarta sangatlah tepat,” jelas Umam.

Faktor lain yang turut mempengaruhi dinamika kampanye adalah insiden kontroversial terkait pernyataan Suswono tentang “janda” yang berhasil dikapitalisasi oleh lawan politik. Menurut Umam, hal ini menunjukkan kurangnya kedisiplinan dari kubu pasangan nomor 01 dalam mengelola komunikasi politik mereka.

Keunggulan Pramono-Rano dalam quick count ini tidak hanya menunjukkan efektivitas strategi PDI Perjuangan dalam memilih kandidat, tetapi juga memberikan modal politik yang kuat jika pemilihan harus berlanjut ke putaran kedua. Hasil ini sekaligus membuktikan bahwa pendekatan kampanye yang lebih substansial dan terstruktur lebih dihargai oleh pemilih Jakarta dibandingkan dengan taktik-taktik populis yang bersifat temporer.

Fenomena kemenangan sementara Pramono-Rano ini juga menegaskan bahwa masyarakat Jakarta telah mengalami evolusi dalam cara mereka mengevaluasi dan memilih pemimpin. Preferensi terhadap program dan kebijakan yang lebih substantif dibandingkan dengan kampanye berbasis gimmick menunjukkan tingkat kedewasaan politik yang semakin meningkat di kalangan pemilih ibu kota.

Pos terkait