Kisah Wahyu Lestari Meretas Kesuksesan dengan Berjualan Sambal Pecel Bu Pariyem

Ilustrasi UMKM

MADIUN, Media Aksi Pernahkah Anda berpikir bahwa berjualan makanan tradisional bisa menjadi salah satu cara yang jitu dalam memperoleh penghasilan? Kisah Wahyu Lestari, seorang pengusaha wanita dari kota Madiun yang sukses mengembangkan bisnis sambal pecel yang diwariskan ibunya, adalah bukti nyata bahwa cara konvensional tidak selalu mengarah pada kesuksesan.

Di usia 24 tahun, Wahyu sudah mampu membeli rumah sendiri dan mendirikan bisnis sambal pecel terkenal “Buparim”. Kisah yang lebih menarik adalah bagaimana dia mengubah bisnis tradisional ibunya menjadi produk kontemporer yang menarik dan dapat diterima di seluruh dunia, tetap mempertahankan kualitas dan resep asli yang diwariskan keluarganya.

Artikel ini akan mengajak Anda menelusuri perjalanan inspiratif Wahyu Lestari. Kita akan amati bagaimana strategi bisnis yang dia terapkan, tantangan yang dihadapi, serta bagaimana dia memaknai kesuksesan serta rezeki. Yuk kita simak kisah yang membuktikan bahwa inovasi dan ketekunan dapat mengubah usaha tradisional menjadi bisnis yang menguntungkan.

Bacaan Lainnya

Dari Warung Nasi Pecel ke Sambal Pecel Kemasan Modern

Cikal bakal usaha Wahyu Lestari berasal dari warung nasi pecel sederhana milik ibunya, Bu Pariyem, yang dirintis sejak tahun 2005 atau ketika Wahyu masih duduk di bangku kelas satu SD. Selama bertahun-tahun Bu Pariyem berjualan nasi pecel untuk menghidupi keluarganya termasuk Wahyu yang merupakan anak tunggal.

Setelah lulus sekolah, Wahyu memiliki pandngan yang berbeda. Dia melihat potensi yang belum tergali dari bisnis ibunya. Setelah saya beranjak dewasa, setelah saya lulus sekolah, saya ingin melanjutkan sambal pecel ibu tapi dalam bentuk yang lebih menarik, lebih instan, dan bisa mendunia,” ungkap Wahyu.

Salah satu alasan utama Wahyu beralih dari jualan nasi pecel ke sambal pecel kemasan adalah tantangan waktu. Dengan jujur dia mengakui, “Kalau jualan nasi pecel itu identiknya kan untuk sarapan, sedangkan kalau bangun pagi saya jujur gak bisa bangun pagi.” Daripada memaksakan diri, Wahyu memilih untuk berinovasi.

Selain itu, Wahyu juga melihat masalah praktis pada produk nasi pecel: “Sambal pecel itu kan kalau sudah nyampur ke sayur sama nyampur ke nasi itu kan gak bisa bertahan lama, harus langsung dimakan. Misalkan pun dibawa pulang dibungkus pun kan juga gak bisa bertahan lama.”

Pemikiran inovatif inilah yang menginspirasi Wahyu untuk fokus pada sambal pecel kering yang bisa dikemas dengan baik, lebih tahan lama, dan bisa dijadikan oleh-oleh. Sebuah solusi cerdas yang mengubah tantangan menjadi peluang bisnis.

Strategi Bisnis dan Inovasi

Meski tergolong pendatang baru di industri sambal pecel Madiun, Wahyu berhasil menemukan segmen  pasarnya sendiri. Dia menyadari bahwa untuk bersaing dengan produsen sambal pecel lainnya yang mayoritas dikelola oleh generasi yang lebih senior (rata-rata berusia di atas 40 tahun), dia perlu strategi berbeda.

Sebenarnya kalau masalah rasa itu masing-masing berbeda. Setiap orang punya kesukaan sendiri-sendiri. Cuman kalau cara saya bersaing adalah saya kemasannya lebih menarik, iklan saya juga lebih,” jelas Wahyu.

Beberapa inovasi yang dilakukan Wahyu antara lain:

1. Kemasan yang Eye-Catching dan Modern

Wahyu mengembangkan kemasan sasetan untuk sambal pecelnya, yang menjadi pembeda utama dari produk sejenis. Kebetulan sambal pecel saya ini sambal pecel sasetan satu-satunya dan pertama yang ada di kota Madiun. Kemasannya pun juga elegan, mantesi kalau untuk oleh-oleh, apalagi kalau untuk pejabat-pejabat, tamu-tamu penting,” ungkapnya dengan bangga.

2. Pemasaran Digital yang Efektif

Tidak seperti kompetitor senior yang masih mengandalkan cara pemasaran konvensional, Wahyu memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan produknya. Kalau mayoritas yang sepuh-sepuh itu mereka mungkin bingung dengan iklan. Kalau saya kan iklan di TikTok, iklan di Instagram,” jelasnya.

3. Produk Berkualitas dengan Standar Tinggi

Sambal pecel Bu Pariyem dibuat tanpa minyak sama sekali, menggunakan kacang Tuban yang gurih, dan semua bahan alami tanpa pengawet buatan. Produk ini bisa bertahan 3-4 bulan di suhu ruang dan hingga 6 bulan jika disimpan di lemari es.

“Kacang saya itu kacang oven dan tanpa kulit jadi tidak berminyak. Kita pilih kacang Tuban, karena kacang Tuban rasanya lebih gurih,” terang Wahyu menjelaskan keunggulan bahan bakunya.

4. Standarisasi dan Legalitas Produk

Wahyu sangat memahami pentingnya legalitas dan standardisasi untuk pengembangan bisnis jangka panjang. Dia telah melengkapi semua perizinan termasuk BPOM, sertifikasi halal, dan bahkan mendaftarkan merek Bu Pariyem sebagai hak kekayaan intelektual.

Merek Buparim pun juga sudah saya HKI, merek juga sudah paten. Jadi alhamdulillah semua perizinannya Buparim semua sudah lengkap. Karena konsumen sekarang lebih cerdik, lebih cerdas, saya memang berinisiatif untuk memperlengkap semua perizinan,” kata Wahyu.

Patahkan Mitos dan Bangun Mindset

Salah satu hal menarik dari kisah Wahyu adalah bagaimana dia mematahkan berbagai mitos yang sering menghambat para calon wirausahawan. Salah satunya adalah mitos bahwa “bangun siang adalah tanda kemalasan”.

“Saya pikir orang yang tidak bisa bangun pagi itu malas. Sekarang mungkin tidak seperti itu,” ujarnya.

Wahyu memecahkan kepercayaan konvensional dengan mengatakan, “Yang bangun siang itu malah influencer, YouTuber, dan uangnya banyak.”

“Disiplin bukan hanya karena kita bisa bangun pagi ya, disiplin seperti kita bisa janjian sama orang kita on time, kita mempunyai tanggung jawab pekerjaan yang harus kita selesaikan,” tegas Wahyu.

Kemandirian juga merupakan mindset wirausaha yang diajarkan oleh orangtuanya. Sejak awal karirnya, Wahyu langsung terjun ke dunia bisnis, tidak pernah bekerja untuk orang lain.

“Dari awal saya tidak pernah kerja ikut orang. Memang dari awal saya buat usaha kuliner, buat usaha minuman, buat usaha makanan. Kebetulan saya juga ada catering juga,” ungkapnya.

Dari Pandemi ke Penghargaan

Jalan Wahyu tidak selalu lancar. Dia telah membangun beberapa toko makanan sebelum berkonsentrasi pada sambal pecel. Ini termasuk toko rujak cingur, gado-gado, tahu telur, dan tahu tek di Carrefour Madiun, Sun City, dan Lawu.

Namun, karena pandemi COVID-19, dia harus menutup semua toko makanannya. Alih-alih menyerah, Wahyu justru menggunakan momentum ini untuk berkonsentrasi pada pengembangan bisnis sambal pecelnya, yang sudah ada sejak 2015 tetapi belum digarap secara menyeluruh.

Semua toko makanan ditutup karena Corona. Saya mulai mengeksplorasi sambal, jadi itu sudah ada sejak 2015. Namun, itu tetap tidak berjalan dengan baik. Menurutnya, dia baru gencar setelah Corona karena saat itu mungkin kita tidak bisa menjual secara langsung.

Ketekunan dan kerja keras Wahyu membuahkan hasil. Sekarang, sambal pecel Buparim sudah populer di Madiun dan kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Malang. Produknya bahkan mulai masuk ke pulau lain seperti Lampung dan Lombok.

Bank Jatim mengakui prestasi Wahyu dan memberinya kesempatan untuk berpartisipasi dalam misi dagang. Akhirnya, dia memenangkan juara dua dalam kompetisi UMKM Award dengan hadiah uang pembinaan sebesar 25 juta rupiah.

Wahyu berkata dengan haru, “Saya tidak tahu ya Mas, hati kecil saya merasa tidak nyangka bisa mencapai sejauh ini, dapat juara dua dari Bank Jatim, dan produk saya dikenal banyak orang.”

Memaknai Kesuksesan dan Rezeki yang Berkah

Wahyu memiliki perspektif unik tentang rezeki dan kesuksesan di balik keberhasilan bisnisnya. Menurutnya, kesuksesan bukan hanya mengumpulkan kekayaan tetapi juga memiliki kemampuan untuk berbagi kekayaan dengan orang lain.

Wahyu bersyukur atas penghasilannya, yang berkisar antara empat puluh hingga lima puluh juta rupiah setiap bulan, dan dia selalu ingat untuk berbagi. Dia menceritakan, “Saya selalu mengirim nasi ke rumah sakit setiap hari Minggu dua kali dan Minggu tiga kali. Jadi di rumah sakit itu di Sogaten di kota Madiun ada kotak nasi gratis, jadi saya selalu mengirim nasi ke sana.”

Wahyu memilih rumah sakit sebagai sasaran bantuannya karena dia percaya bahwa pasien di rumah sakit adalah mereka yang mengalami kesulitan, tidak peduli seberapa kaya mereka. “Di rumah sakit juga orang kaya, tapi mungkin kalau di rumah sakit sekaya-kayanya orang nunggu orang sakit itu kan lebih menyakitkan, Mas.” Dia berkata dengan bijak, “Mending kita sehat walaupun punya hutang.”

Selain itu, dia memiliki perspektif yang menarik tentang ide berbagi, yang menurutnya tidak boleh dilakukan dengan pamrih. Dia mengatakan, “Jangan berpikir nek kita ngekei terus kita kembali banyak, jangan seperti itu.” “Kita ngasih saja, mengalir saja,” kata Wahyu.

Wahyu merasa bangga karena, di usianya yang masih muda, dia mampu membeli rumah sendiri di usia 24 tahun—sebuah pencapaian yang tidak mudah bagi banyak anak muda.

“Saya merasa bangga karena saya anak tunggal yang orang tua saya juga bukan pegawai, orang tua saya juga tidak punyai pensiunan, bahkan hanya penjual nasi pecel tapi punya anak mandiri yang sudah bisa beli gubuk sendiri walaupun harga murah, ungkapnya.

Cita-Cita dan Harapan

Wahyu masih memiliki cita-cita besar untuk bisnisnya, meskipun dia telah mencapai banyak keberhasilan. Dia berkata, “Cita-cita ke depan saya ingin usaha saya bisa ekspor ke luar negeri dengan nama saya sendiri.”

Dia juga ingin membahagiakan orang tuanya, terutama ibunya, yang menjadi inspirasi usahanya. “Biar lebih bisa membantu, terutama membanggakan kedua orang tua, nuruti apa yang diingini orang tua, terutama ibu,” katanya.

Sebaliknya, Wahyu ingin semakin terlibat dalam aktivitas sosial. Dia berharap untuk meningkatkan jumlah bantuan makanan yang dia berikan ke rumah sakit seiring dengan kemajuan usahanya. “Kalau saya semakin sukses kan uangnya semakin banyak, bisa semakin banyak ngasinya lagi, mungkin bisa setiap hari”, harapannya.

Pelajaran Berharga dari Wahyu Lestari

Perjalanan Wahyu Lestari dengan sambal pecel Bu Pariyem memberikan banyak pelajaran berharga bagi kita semua, terutama bagi para calon wirausahawan muda. Beberapa di antaranya adalah:

  1. Innovasi adalah kunci kesuksesan – Wahyu berhasil mengubah produk tradisional menjadi produk modern yang lebih praktis dan menarik.
  2. Pandangan berbeda bisa menciptakan peluang – Alih-alih memaksakan diri bangun pagi untuk berjualan nasi pecel, Wahyu menciptakan solusi yang lebih sesuai dengan gaya hidupnya.
  3. Kualitas produk tetap yang utama – Di tengah inovasi kemasan dan pemasaran, Wahyu tidak mengorbankan kualitas produknya.
  1. Legalitas dan standardisasi adalah investasi jangka panjang – Wahyu memahami pentingnya melengkapi perizinan dan standardisasi produk untuk pengembangan bisnis yang berkelanjutan.
  2. Tantangan bisa menjadi titik balik – Pandemi yang memaksa Wahyu menutup outlet makanannya justru mendorongnya untuk fokus mengembangkan bisnis sambal pecel yang kini sukses.
  3. Rezeki bukan hanya soal menerima tapi juga memberi – Kesuksesan finansial bagi Wahyu juga berarti kemampuan untuk berbagi dengan orang lain.
  4. Wirausaha muda bisa meraih sukses tanpa modal besar – Dengan ketekunan dan inovasi, Wahyu membuktikan bahwa anak dari keluarga sederhana pun bisa membangun bisnis yang sukses.

Kesimpulan: Raih Sukses dengan Inovasi dan Ketulusan Hati

Kisah Wahyu Lestari dan sambal pecel Bu Pariyem menunjukkan bahwa ketekunan, inovasi, dan pola pikir yang tepat bisa mengubah bisnis tradisional menjadi usaha modern yang sukses. Wahyu berhasil membuat perbedaan melalui kemasan yang menarik, pemasaran digital, dan kualitas produk yang terjaga di tengah persaingan ketat industri sambal pecel Madiun dengan ribuan UMKM.

Sikap Wahyu terhadap kesuksesan dan rezeki membuat kisahnya semakin inspiratif. Dia percaya bahwa memiliki bisnis bukan hanya cara untuk memperkaya diri sendiri, tetapi juga cara untuk berbagi dengan orang lain dan menyenangkan orang tua. Wahyu menerapkan filosofi berbagi yang tulus tanpa mengharapkan imbalan dengan menyumbangkan makanan secara teratur ke rumah sakit.

Kisah Wahyu mengajarkan para wirausahawan muda bahwa jalan konvensional bukan satu-satunya cara untuk mencapai kesuksesan. Keterbatasan kadang-kadang bisa memicu kreativitas. Tidak bisa bangun di pagi hari? Pembuatannya tidak harus dibuat di pagi hari. Pandemi telah berdampak? Manfaatkan momentum ini untuk berkonsentrasi pada pembangunan bisnis yang lebih berorientasi pada lingkungan.

Pada akhirnya, kita dapat belajar dari Wahyu bahwa wirausaha sejati bukan hanya mencari keuntungan semata; itu juga berarti membantu orang lain dan lingkungan sekitar. Ini adalah inti dari kesuksesan yang sebenarnya.

Pos terkait