JAKARTA, Media Aksi – Era digital membawa tantangan tersendiri bagi para pendakwah dalam menyampaikan pesan-pesan keagamaan. Kehati-hatian dalam berbahasa dan bertutur kata menjadi kunci penting untuk menjaga kualitas dakwah di tengah masyarakat.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Komisi Dakwah Majelis Ulama Indonesia (MUI), K.H. Ahmad Zubaidi, yang menekankan pentingnya para da’i untuk lebih memperhatikan cara penyampaian dakwah mereka.
Dalam pandangannya, kesuksesan dakwah tidak hanya bergantung pada kedalaman ilmu yang dimiliki, tetapi juga pada cara penyampaian yang tepat. Para ulama dan tokoh agama memiliki tanggung jawab besar untuk memberikan teladan yang baik dalam berdakwah. Kegagalan dalam menjaga tutur kata dapat berdampak serius pada dua aspek: berkurangnya nilai-nilai keislaman yang ingin disampaikan dan menurunnya kredibilitas pendakwah di mata masyarakat.
“Konteksnya supaya dakwah itu bisa terus berjalan dengan baik. Selain itu, agar para da’i di Indonesia tetap diapresiasi oleh masyarakat,” ungkap Kiai Haji Zubaidi dalam pernyataannya seperti dilansir Antara.
Akademikus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini menggarisbawahi pentingnya penggunaan bahasa yang santun dan edukatif dalam dakwah. Menurutnya, pendekatan ini penting untuk memberikan contoh positif kepada umat. Ia menekankan bahwa kombinasi antara penguasaan ilmu dan pemahaman tentang etika, adab, serta tata krama merupakan fondasi yang harus dimiliki setiap pendakwah.
Zubaidi memperingatkan bahwa fokus yang berlebihan pada aspek keilmuan tanpa memperhatikan adab dapat memunculkan sikap arogansi dalam berdakwah. Ia menyoroti pentingnya keseimbangan antara pengetahuan dan cara penyampaian yang tepat.
“Kalau sudah punya tata krama, adab, etika, dan akhlak, insyaallah ilmunya nanti juga akan bisa bermanfaat lagi dan ilmunya lebih tinggi dengan berkarakter yang baik,” jelasnya.
Dalam konteks era digital yang semakin kompleks, pemilihan kata yang tepat menjadi semakin krusial. K.H. Zubaidi mengkhawatirkan bahwa ketidakhati-hatian dalam berbahasa dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab untuk menciptakan perpecahan di antara umat Islam dan organisasi-organisasi keagamaan.
Untuk menghadapi tantangan ini, K.H. Zubaidi mendorong para dai untuk mengembangkan kemampuan public speaking dan retorika. Ia juga menekankan pentingnya menambahkan unsur humor yang sehat dalam dakwah untuk menciptakan suasana yang tidak kaku, namun tetap menjaga kesopanan dan menghindari kata-kata yang dapat menyinggung perasaan orang lain.
“Tolong juga mulai mempelajari mulai berlatih untuk ceramah dengan gaya-gaya yang di dalamnya ada humor yang baik sehingga nanti makin lama akan mumpuni ilmunya,” tambahnya.
Dalam dakwah kontemporer, pendekatan yang mengedepankan kasih sayang dan nilai-nilai Islam yang luhur dianggap lebih efektif dibandingkan cara-cara yang konfrontatif. Para da’i diharapkan dapat memberikan perhatian dan menyampaikan ajaran Islam dengan cara yang menyentuh hati, bukan melukai perasaan pendengarnya.