Inilah 9 Sinyal Perkonomian RI Sedang Mengalami Perlambatan Serius

Ilustrasi

MEDIAAKSICOM  –  Indonesia, negara dengan perekonomian yang dinamis, belakangan ini menunjukkan sejumlah sinyal yang mengkhawatirkan. Berbagai indikator ekonomi menunjukkan adanya perlambatan yang signifikan, bahkan beberapa di antaranya menunjukkan tanda-tanda bahaya yang perlu segera diatasi.

Dari PHK massal hingga penurunan laba perbankan, semuanya menjadi alarm peringatan yang tak bisa diabaikan. Apakah ekonomi Indonesia benar-benar sedang dalam kondisi yang tidak baik-baik saja? Mari kita telaah lebih lanjut sembilan tanda utama yang menjadi indikatornya.

1. PMI Manufaktur Kembali Kontraksi:

Indeks Manajer Pembelian (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis S&P pada Mei 2025 kembali mencatatkan kontraksi di level 47,4. Ini merupakan bulan kedua berturut-turut PMI berada di zona negatif, menandakan melemahnya aktivitas produksi dan penurunan permintaan, baik dari pasar domestik maupun ekspor. “Aktivitas produksi dan pesanan baru kembali melemah, dengan penurunan pesanan baru yang bahkan lebih tajam dibanding April. Penurunan pesanan bahkan menjadi yang terdalam sejak Agustus 2021,” jelas S&P Global. Kondisi ini menunjukkan penurunan kepercayaan pelaku usaha dan penurunan daya beli konsumen.

2. Deflasi Beruntun:

Indonesia mencatat deflasi sebesar 0,37% pada Mei 2025, menjadi yang ketiga kalinya tahun ini. Meskipun secara tahunan inflasi masih sebesar 1,60% year on year (yoy), deflasi beruntun ini menimbulkan kekhawatiran. “Terjadi deflasi sebesar 0,37%,” kata Deputi Statistik Bidang Distribusi dan Jasa Pudji Ismartini dalam konferensi pers pekan lalu. “Kelompok makanan minuman dan tembakau deflasi 1,40% dan andil 0,41%,” catatnya. Komoditas penyumbang deflasi antara lain cabai merah, cabai rawit, bawang merah, ikan segar, bawang putih, dan daging ayam ras. Deflasi memang bisa disebabkan oleh penurunan harga pangan atau hilangnya efek lonjakan pembayaran tarif listrik. Namun, deflasi juga bisa menjadi indikator pelemahan daya beli masyarakat, menunjukkan permintaan yang lesu.

3. PDB Kuartal I Cuma 4,87%:

Pertumbuhan ekonomi nasional pada kuartal I-2025 hanya mencapai 4,87%, angka terendah sejak era pandemi. Meskipun momentum Ramadan seharusnya mendorong peningkatan konsumsi, namun kontribusinya belum maksimal. Ini menunjukkan adanya hambatan dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih signifikan.

4. Surplus Neraca Dagang Mengecil:

Surplus neraca perdagangan Indonesia pada April 2025 hanya US$ 150 juta. Kinerja ekspor tercatat sebesar US$ 20,74 miliar, dan impor US$ 20,59 miliar. “Nilai neraca perdagangan per April 2025 ini juga menjadi yang terendah dalam kondisi surplus 60 bulan terakhir, atau sejak Mei 2020,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini. Penurunan ini dipicu oleh melemahnya ekspor, yang berdampak pada transaksi berjalan dan nilai tukar rupiah.

5. Ekspor Turun Tajam:

Ekspor April 2025 tercatat US$ 20,74 miliar, merosot dari bulan sebelumnya dan menjadi yang terendah dalam setahun terakhir. Nilai ekspor migas turun 13,38%, sementara ekspor non migas naik 7,17%. Penurunan ekspor ini berdampak pada berkurangnya penerimaan devisa dan potensi penurunan produksi serta PHK di sektor terkait.

6. PHK Massal Meningkat:

Gelombang PHK semakin meluas. Data Apindo mencatat, sejak awal 2025 hingga Maret, hampir 74 ribu peserta BPJS Ketenagakerjaan terkena PHK. Ketua Umum Apindo, Shinta Kamdani, mencatat jumlah yang lebih besar di tahun sebelumnya. Situasi ini mengurangi daya beli dan melemahkan konsumsi domestik, berdampak pada sektor ritel, manufaktur, dan jasa.

7. Pengangguran Naik:

Per Februari 2025, jumlah pengangguran di Indonesia naik sebesar 83 ribu orang, menjadi total 7,28 juta pengangguran. “Dibanding Februari 2024, per Februari 2025 jumlah orang yang menganggur meningkat sebanyak 0,08 juta orang atau 83 ribu orang yang naik kira-kira 1,11%,” ungkap Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti. Kenaikan pengangguran ini berdampak pada daya beli dan potensi kenaikan angka kemiskinan.

8. Kredit Perbankan Melambat:

Pertumbuhan kredit perbankan melambat di level 8,88% secara tahunan hingga April 2025. Perlambatan ini menghambat ekspansi bisnis dan konsumsi masyarakat. “Berdasarkan kepemilikan, bank BUMN pendorong utama pertumbuhan kredit,” kata Dian Ediana Rae, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK.

9. Laba Perbankan Menurun:

Empat bank besar nasional hanya membukukan pertumbuhan laba bersih tipis, sekitar 0,55% secara tahunan. Penurunan pendapatan bunga bersih juga menjadi faktor penyebabnya. Jika tren ini berlanjut, bank mungkin menaikkan suku bunga kredit, membebani dunia usaha dan masyarakat.

Kesimpulannya, sembilan tanda di atas menunjukkan adanya perlambatan ekonomi yang signifikan di Indonesia. Pemerintah dan stakeholders terkait perlu segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mengantisipasi dan mengatasi permasalahan ini, guna mencegah dampak yang lebih buruk bagi perekonomian nasional. Mulai dari mendorong daya beli masyarakat, meningkatkan ekspor, hingga menciptakan lapangan kerja baru, semua upaya harus dilakukan secara terpadu dan efektif.

Sumber : cnbcindonesia

Pos terkait