BPS: 8,2 Persen Perempuan Indonesia yang Sudah Menikah Hindari Kehamilan

Ilustrasi kehamilan

JAKARTA, Media Aksi – Hasil survei terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan fenomena menarik di kalangan perempuan Indonesia. Sekitar 8,2 persen perempuan berusia 15-49 tahun yang sudah menikah memilih untuk menunda atau bahkan menghindari kehamilan. Data ini menunjukkan adanya pergeseran pandangan mengenai peran ibu dan kehamilan di antara generasi muda saat ini.

Berbagai faktor menjadi pendorong fenomena ini, mulai dari masalah kesiapan mental, kondisi ekonomi yang belum stabil, tekanan dari lingkungan sosial, hingga pertimbangan karir dan kehidupan pribadi. Kondisi ini bertentangan dengan semangat Hari Kartini yang menjunjung tinggi perjuangan dan peran perempuan.

Menanggapi situasi tersebut, sebuah kampanye bertajuk “Siapa Takut Jadi Ibu!” baru saja diluncurkan. “Oleh sebab itu, kami meluncurkan kampanye ‘Siapa Takut Jadi Ibu!’ Melalui inisiatif ini, kami mengajak perempuan untuk melihat kehamilan dan peran ibu dengan perspektif baru,” ungkap Junita, Brand Group Manager Prenagen pada Senin (21/4/2025).

Dalam kesempatan yang sama, Junita mengajak para generasi milenial untuk bersama-sama mengubah stigma yang masih melekat dan memberikan dukungan kepada perempuan, khususnya agar mereka dapat menjalani proses kehamilan dengan penuh percaya diri.

Junita menekankan bahwa kehamilan bukan hanya sekedar proses biologis. “Sayangnya, banyak perempuan yang masih dituntut harus siap secara instan tanpa ruang untuk beradaptasi. Serta, memahami betul transformasi ini secara menyeluruh ataupun jujur terhadap keraguan dan ketakutan yang mereka rasakan,” jelasnya.

Psikolog Keluarga Samanta Elsener turut memberikan pandangannya bahwa perjalanan menjadi seorang ibu sering diwarnai berbagai tantangan yang jarang dibicarakan secara terbuka. Banyak perempuan merasa harus menyembunyikan emosi mereka karena adanya tekanan sosial.

“Padahal, rasa takut atau ketidaksiapan menjadi ibu adalah hal yang wajar dan manusiawi. Yang dibutuhkan adalah ruang untuk memproses perasaan itu secara jujur dan tanpa penilaian,” tegas Samanta.

Samanta juga menyoroti pentingnya dukungan dari lingkungan sekitar. Menurutnya, kehamilan seharusnya dijalani dengan kesadaran penuh dan tidak dalam kesendirian, sehingga penting bagi lingkungan untuk hadir dengan empati dan dukungan.

“Selain dukungan emosional, kampanye ini juga menyoroti pentingnya pemenuhan nutrisi selama periode emas 1.000 hari pertama kehidupan. Peran nutrisi sangat membantu perempuan merasa lebih siap dalam mengambil peran sebagai ibu dan melahirkan generasi masa depan yang sehat dan berkualitas,” tambahnya.

Pos terkait