MEDIAAKSI.COM – Fenomena pembangunan bunker mewah oleh para elite global, termasuk CEO Meta Mark Zuckerberg, kini menjadi sorotan karena didasari oleh antisipasi skenario akhir dunia. Proyek-proyek bernilai triliunan rupiah ini dibangun sebagai benteng perlindungan dari berbagai ancaman, mulai dari bencana alam hingga ketakutan akan kecerdasan buatan (AI).
Surga Bawah Tanah Para Titan Teknologi
Kabar mengenai para miliarder yang menyiapkan “pelarian” dari kiamat bukanlah isapan jempol semata. Salah satu yang paling disorot adalah proyek raksasa milik Mark Zuckerberg di Kauai, Hawaii. Di atas lahan seluas 1.400 hektar yang dikenal sebagai Koolau Ranch, sebuah kompleks megah dengan bunker bawah tanah seluas 464 meter persegi sedang dibangun.
Proyek yang diperkirakan menelan biaya total lebih dari US$270 juta atau setara Rp4,1 triliun ini dirancang untuk sepenuhnya mandiri, lengkap dengan pasokan energi dan pangannya sendiri. Kompleks ini akan memiliki lebih dari selusin bangunan dengan total 30 kamar tidur dan kamar mandi. Meskipun Zuckerberg menampik tuduhan bahwa ia sedang membangun “bunker kiamat” dan menyebutnya sebagai ruang perlindungan biasa, skala dan kerahasiaan proyek tersebut memicu spekulasi luas.
Fenomena ini bukan hanya milik Zuckerberg. Salah satu pendiri LinkedIn, Reid Hoffman, pernah menyebut bahwa memiliki tempat perlindungan semacam ini layaknya memiliki “asuransi kiamat”. Menurutnya, sekitar separuh dari para orang super kaya di Silicon Valley telah memiliki bentuk perlindungan serupa, dengan Selandia Baru menjadi salah satu lokasi favorit.
Ancaman AGI: Pemicu Utama atau Narasi Berlebihan?
Jika sebelumnya ancaman yang ditakutkan adalah bencana alam atau krisis iklim, kini muncul kekhawatiran baru yang datang dari dunia teknologi itu sendiri: kecerdasan buatan. Beberapa tokoh paling berpengaruh di industri ini cemas akan potensi Artificial General Intelligence (AGI), sebuah titik di mana kecerdasan mesin mampu melampaui kemampuan manusia.
Ilya Sutskever, salah satu pendiri dan ilmuwan utama OpenAI, bahkan pernah secara terbuka menyarankan agar perusahaan teknologi membangun bunker untuk para ilmuwan sebelum AGI dilepaskan ke publik. Pernyataannya yang tegas menunjukkan tingkat kekhawatiran yang serius di kalangan pengembang AI.
“Kami pasti akan membangun bunker sebelum meluncurkan AGI,” kata Sutskever dalam sebuah rapat.
Namun, tidak semua pakar setuju dengan pandangan apokaliptik ini. Neil Lawrence, seorang profesor dari Universitas Cambridge, menganggap wacana mengenai AGI terlalu dibesar-besarkan dan tidak masuk akal.
“Konsep Kecerdasan Buatan Umum (Artificial General Intelligence) sama absurdnya dengan konsep ‘Kendaraan Buatan Umum’,” ujarnya. Ia menganalogikan bahwa seperti halnya tidak ada satu kendaraan yang bisa berfungsi optimal untuk semua kebutuhan—terbang, berkendara di darat, dan berjalan kaki—tidak ada pula satu AI yang bisa menguasai segalanya.
Menurut Lawrence, narasi besar tentang AGI justru menjadi pengalih perhatian dari isu-isu nyata yang perlu segera ditangani dalam pengembangan AI saat ini. “Kekhawatiran besarnya adalah kita begitu terpesona oleh narasi besar teknologi tentang AGI sehingga kita melewatkan cara-cara di mana kita perlu membuat hal-hal menjadi lebih baik bagi orang-orang,” tutupnya. (CNN)







