LAMONGAN, MEDIAAKSI.COM – Desa Sungelebak, yang terletak di Kecamatan Karanggeneng, Kabupaten Lamongan, menjadi contoh nyata dalam upaya pemberdayaan masyarakat yang berbasis pada pengembangan ekonomi hijau dan penggunaan teknologi energi terbarukan di sektor pertanian.
Program yang dimulai dengan tujuan untuk mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi oleh Kelompok Tani “Makmur” ini, tidak hanya fokus pada peningkatan produktivitas pertanian tetapi juga pengurangan ketergantungan pada energi fosil, serta meningkatkan nilai tambah produk pertanian melalui teknologi ramah lingkungan.
Desa yang mayoritas penduduknya bergantung pada sektor pertanian dan peternakan ini menghadapi sejumlah tantangan, antara lain tingginya biaya produksi akibat ketergantungan pada energi fosil, penggunaan pupuk kimia yang berlebihan, serta rendahnya nilai jual produk pertanian. Tidak hanya itu, limbah ternak yang dihasilkan hampir setiap hari juga tidak dimanfaatkan secara optimal. Hal ini memberikan dampak buruk bagi lingkungan dan mengurangi potensi pendapatan petani.
Dalam rangka mengatasi permasalahan ini, program pemberdayaan masyarakat yang digagas oleh Universitas Islam Darul ‘Ulum (Unisda) Lamongan berfokus pada tiga aspek utama: energi terbarukan, pupuk organik, dan pemasaran digital.
- Teknologi Biogas untuk Mengurangi Ketergantungan pada LPG
Salah satu inovasi utama dalam program ini adalah penerapan teknologi biogas skala rumah tangga yang memanfaatkan kotoran sapi untuk menghasilkan energi terbarukan. Kelompok Tani “Makmur” yang memiliki sekitar 50 ekor sapi menghasilkan sekitar 5 ton kotoran ternak setiap hari. Dari jumlah ini, hanya sekitar 20% yang dimanfaatkan untuk pupuk organik, sementara sisanya terbuang begitu saja. Program ini mengubah limbah tersebut menjadi sumber energi alternatif melalui reaktor biogas tipe fixed-dome yang berkapasitas 4m³. Teknologi ini memungkinkan petani untuk menghasilkan biogas yang dapat digunakan untuk memasak dan penerangan rumah tangga, mengurangi ketergantungan pada LPG hingga tiga tabung per bulan per unit. Selain itu, slurry (ampas biogas) yang dihasilkan dapat dijadikan pupuk organik yang berkualitas, membantu mengurangi penggunaan pupuk kimia di lahan pertanian.
Dengan demikian, program ini tidak hanya mengurangi biaya energi yang selama ini menjadi beban, tetapi juga berkontribusi pada pengurangan emisi metana, sebuah gas rumah kaca yang berbahaya bagi lingkungan.
- Sistem Irigasi Tenaga Surya untuk Efisiensi Pengelolaan Air
Selain biogas, program pemberdayaan ini juga memperkenalkan sistem irigasi tenaga surya yang dirancang untuk mengurangi ketergantungan pada solar dan mengoptimalkan penggunaan energi matahari. Sistem irigasi berbasis energi surya ini menggunakan panel surya monocrystalline dengan kapasitas 100Wp yang menggerakkan pompa air DC 12V. Teknologi ini memungkinkan petani untuk menghemat hingga Rp400.000 per bulan dari biaya penggunaan solar untuk irigasi.
Sistem ini diharapkan dapat memperbaiki efisiensi irigasi dengan mengurangi interval penyiraman yang sebelumnya memakan waktu hingga tiga hari sekali menjadi satu hari sekali. Dengan demikian, kebutuhan air di lahan pertanian dapat dipenuhi secara berkelanjutan, terutama pada musim kemarau yang sering mengganggu pola tanam petani.
- Pupuk Organik untuk Pertanian Berkelanjutan
Untuk meningkatkan produktivitas lahan dan mengurangi ketergantungan pada pupuk kimia, program ini juga menyediakan pelatihan pembuatan pupuk organik dari limbah ternak yang dihasilkan oleh kelompok tani. Menggunakan komposter drum plastik dan aktivator EM4, petani dilatih untuk memproses kotoran ternak menjadi pupuk yang berguna untuk meningkatkan kesuburan tanah.
Penggunaan pupuk organik ini tidak hanya menekan biaya produksi, tetapi juga meningkatkan kualitas tanah, yang pada gilirannya dapat meningkatkan hasil pertanian. Targetnya, petani dapat menghasilkan sekitar dua ton pupuk organik per bulan, yang akan digunakan di lahan mereka, serta dapat mengurangi penggunaan pupuk kimia hingga 50%.
- Pemasaran Digital untuk Meningkatkan Nilai Tambah Produk
Salah satu tantangan besar yang dihadapi petani di Desa Sungelebak adalah pemasaran produk mereka yang masih sangat bergantung pada tengkulak. Harga jual produk pertanian seperti beras dan daging sapi sangat rendah, sehingga petani hanya mendapatkan margin keuntungan yang tipis. Untuk mengatasi hal ini, program pemberdayaan ini melibatkan pelatihan pemasaran digital yang bertujuan untuk membantu petani memasarkan produk mereka secara langsung ke konsumen melalui platform e-commerce dan media sosial.
Pelatihan ini mencakup pembuatan branding produk, seperti “Beras Organik Sungelebak”, serta pengemasan yang lebih menarik untuk meningkatkan daya saing produk di pasar. Selain itu, pelatihan pemasaran digital melalui platform seperti Tokopedia, Shopee, dan Instagram diharapkan dapat membuka akses pasar yang lebih luas, yang sebelumnya terbatas pada pasar lokal. Dengan menggunakan strategi pemasaran digital ini, petani diharapkan dapat meningkatkan harga jual beras dari Rp8.000 per kilogram menjadi Rp12.000 per kilogram dan meningkatkan omset penjualan mereka hingga 30%.
- Dampak Program terhadap Pembangunan Berkelanjutan
Program pemberdayaan masyarakat ini juga berkontribusi pada pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya SDG 7 (Energi Bersih dan Terjangkau), SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi), dan SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim). Dengan mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan meningkatkan efisiensi pertanian, program ini tidak hanya memperbaiki kondisi ekonomi petani tetapi juga menjaga kelestarian lingkungan.
Melalui pendekatan partisipatif yang melibatkan aktif masyarakat dalam setiap tahapan program, diharapkan Desa Sungelebak dapat menjadi contoh model pertanian berkelanjutan yang dapat direplikasi di desa-desa lainnya di Kabupaten Lamongan. Pembentukan kelompok pengelola mandiri dan penyusunan panduan operasional berbahasa lokal juga memastikan bahwa program ini dapat terus berlanjut meskipun kegiatan sudah selesai dilaksanakan.
Penulis : Ariefah Sundari