Himitekindo Kecam Rencana Proyek “Pulau Kucing” di Kepulauan Seribu

aksi himitekindo
Mahendra selaku Sekretaris Jendral HIMITEKINDO Mahendra Poetra melakukukan orasi di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia.

JAKARTA, MEDIAAKSI.COM – Himitekindo , sebagai lembaga yang berfokus pada perlindungan kawasan pesisir dan kelautan, menolak gagasan pembangunan “Pulau Kucing” yang diusulkan oleh Gubernur DKI Jakarta Pramono Anung dikarenakan sejumlah alasan ekologis dan regulasi.

Menurut Mahendra Poetra, Sekretaris Jenderal Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia (Himitekindo), rencana ini tidak hanya tidak solutif, namun justru berpotensi menjadikan pulau kecil sebagai “korban” dari pembangunan yang tidak mempertimbangkan keberlanjutan.

Himitekindo menyoroti data dari American Bird Conservancy menyebut bahwa kucing telah berkontribusi terhadap kepunahan 63 spesies burung, mamalia, dan reptil di alam bebas . Dalam konteks ekosistem pesisir Pulau Tidung Kecil, introduksi kucing tanpa kajian mendalam dapat mengganggu keseimbangan ekologis, merusak pola reproduksi fauna asli, dan menurunkan keanekaragaman hayati lokal.

“Ini merupakan tindakan yang dapat dikategorikan sebagai “kejahatan ekologis”, menurut sekjen Himitekindo tersebut.

Perda Provinsi DKI Jakarta No. 1 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) hingga 2030 secara jelas melarang pengenalan spesies invasif yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan. UU No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menetapkan bahwa pulau kecil (dengan luas kurang dari 2.000 ha) adalah wilayah strategis yang pemanfaatannya harus berlandaskan pertimbangan daya dukung lingkungan dan keberlanjutan jangka panjang.

Dalam pandangan Himitekindo , rencana “Pulau Kucing” melanggar kedua payung hukum tersebut, karena tidak mempertimbangkan beban ekologis maupun keberlanjutan jangka panjang.
Himitekindo menyoroti belum adanya dokumentasi AMDAL yang dipublikasikan, tidak terlihat adanya kajian ekologis yang kredibel (baik dari sisi akademik maupun lembaga independen), serta minimnya peran serta masyarakat lokal dan lembaga ilmiah dalam proses perencanaan.

Hal ini mencerminkan ketidakhadiran aspek transparansi dan akuntabilitas dalam kebijakan tersebut, serta meminggirkan kebutuhan partisipasi publik.

Himitekindo tidak menolak pembangunan pariwisata secara umum, tetapi secara tegas menolak pembangunan yang eksploitatif dan tidak berorientasi pada kelestarian. Dari sudut pandang mereka, kawasan pesisir dan laut bukanlah sekadar sarana komersial, melainkan rumah bagi masyarakat lokal dan ekosistem yang perlu dijaga keberlanjutannya—bukan “halaman belakang” bagi kepentingan elit.

Penulis : Mahendra
Pengirim : Ramzan Pradana (ramzanpra04@upi.edu)

Pos terkait