MEDIAAKSI.COM – Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati, menyampaikan proyeksi mengkhawatirkan bahwa suhu global berpotensi melonjak hingga 3,5 derajat Celcius pada skenario terburuk, sebuah kondisi yang dapat memicu bencana iklim berupa curah hujan ekstrem dan kekeringan parah di Indonesia. Peringatan ini menjadi sinyal genting bagi semua pihak untuk segera mengambil langkah mitigasi yang lebih serius dalam menghadapi perubahan iklim.
Proyeksi kenaikan suhu drastis ini merupakan gambaran masa depan jika dunia gagal mengendalikan emisi dan laju pemanasan global. Angka tersebut jauh melampaui target yang disepakati dalam Paris Agreement, yang berupaya menahan kenaikan suhu di bawah 2 derajat Celcius, idealnya di angka 1,5 derajat Celcius. Menurut Dwikorita, kegagalan ini akan membawa konsekuensi yang tidak main-main pada tahun 2100.
“Apabila kita gagal mengendalikan laju kenaikan suhu, jadi ini proyeksi yang skenario terburuk, skenario kegagalan. Kenaikan suhu permukaan itu akan melompat menjadi 3,5 derajat Celcius lebih hangat dibandingkan masa 200 tahun lalu, di tahun 2100,” jelas Dwikorita.
Dampak langsung bagi Indonesia akan terasa sangat kontras di berbagai wilayah. BMKG memproyeksikan wilayah Indonesia bagian utara dan tengah akan menghadapi peningkatan curah hujan lebih dari 20% dari rata-rata historis. Sebaliknya, wilayah selatan Indonesia justru terancam mengalami penurunan curah hujan, menjadikannya semakin kering dan rentan terhadap kekeringan. Kondisi cuaca ekstrem basah pun diprediksi akan menjadi sebuah “kenormalan baru”.
“Jadi curah hujan ekstrem itu semakin sering. Intensitasnya semakin melompat dan durasinya semakin panjang,” tuturnya.
Tren Pemanasan yang Sudah Terjadi
Ancaman ini bukanlah sekadar prediksi masa depan. Data terkini menunjukkan tren pemanasan yang semakin cepat dan nyata. Pada Maret 2024, Dwikorita mengungkapkan bahwa anomali suhu udara telah mencapai angka 1,55 derajat Celcius, melampaui ambang batas aman yang diharapkan.
“Suhu udara permukaan, baik secara global ataupun secara nasional itu terus mengalami peningkatan dan anomali suhu udara di tahun 2024 telah mencapai 1,55 derajat Celsius,” ujar Dwikorita.
Peningkatan suhu ini mengalami akselerasi signifikan sejak tahun 1980-an, dengan dekade terakhir tercatat sebagai periode terpanas dalam sejarah. Fenomena iklim seperti El Nino pada tahun 2023 yang memicu kekeringan, serta transisi menuju La Nina pada 2024 yang berpotensi menyebabkan banjir, adalah bukti nyata dari ketidakstabilan iklim yang sedang terjadi.
“Tahun 2023 adalah tahun El Nino, dan 2024 adalah peralihan menuju kondisi La Nina,” kata Dwikorita. “Fase-fase tersebut mengakibatkan risiko kekeringan dan banjir di berbagai wilayah dunia, termasuk Indonesia,” tambahnya, menegaskan bahwa ancaman krisis iklim sudah di depan mata.







